Ayat Renungan :

“… Kamu tidak mengetahui barangkali Allah mengadakan sesudah itu sesuatu hal yang baru.” (QS Ath Thalaaq:1)

Dan kamu tidak dapat menghendaki (menempuh jalan itu) kecuali apabila dikehendaki Allah, Tuhan semesta alam. (At Takwir:29)

أَتَيْتُ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِيْ بَعْضِ الْحَاجَةِ, قَالَ: (أَيْ هَذِهِ أَذَاتُ بَعْلٍ أَنْتِ), قُلْتُ : (نَعَمْ), قَالَ: (فَكَيْفَ أَنْتِ لَهُ), قَالَتْ: (مَا آلُوْهُ إِلاَّ مَا عَجَزْتُ عَنْهُ), قال: (فَأَيْنَ أَنْتِ مِنْهُ, فَإِنَّمَا هُوَ جَنَّتُكِ وَنَارُكِ)

"Saya mendatangi Rasulullah -Shollallahu ‘alaihi wasallam- untuk suatu keperluan. Beliau bertanya:"siapakah ini? Apakah sudah bersuami?."sudah!", jawabku. "Bagaimana hubungan engkau dengannya?", tanya Rasulullah. "Saya selalu mentaatinya sebatas kemampuanku". Rasulullah -Shollallahu ‘alaihi wasallam- bersabda, "Perhatikanlah selalu bagaimana hubunganmu denganya, sebab suamimu adalah surgamu, dan nerakamu". [HR. An-Nasa'iy dalam Al-Kubro (8963), Ahmad dalam Al-Musnad (4/341/no. 19025), dan lainnya. Hadits ini di-shohih-kan oleh Al-Albaniy dalam Ash-Shohihah (2612), dan Adab Az-Zifaf (hal. 213)]


"Laki-laki adalah pemimpin kaum wanita, karena ALLOH telah melebihkan sebagian mereka atas sebagian yang lainnya dan karena mereka telah membelanjakan sebagian harta mereka…" (Q.S. An-Nissa [4]: 34).

Tiada suatu bencanapun yang menimpa di bumi dan (tidak pula) pada dirimu sendiri melainkan telah tertulis dalam kitab (Lauhul Mahfuzh) sebelum Kami menciptakannya. Sesungguhnya yang demikian itu adalah mudah bagi Allah.

(Alhadid ayat 22)


Q.S. At-Tur : 21-24

Dan orang-oranng yang beriman, dan yang anak cucu mereka mengikuti mereka dalam keimanan, Kami hubungkan pertemukan mereka dengan anak cucu mereka (di dalam surga) dan Kami tiada mengurangi sedikitpun dari pahala amal mereka. Tiap-tiap manusia terikat dengan apa yang dikerjakannya.

Dan Kami beri mereka tambahan dengan buah-buahan dan daging dari segala jenis yang mereka ingini.

Di dalam surga mereka saling memperebutkan piala (gelas) yang isinya tidak (menimbulkan) kata-kata yang tidak berfaedah dan tiada pula perbuatan dosa.

Dan berkeliling di sekitar mereka anak-anak muda untuk (melayani) mereka, seakan-akan mereka itu mutiara yang tersimpan.

Diriwayatkan dari Abu Sa’id Al Khudri ra. : beberapa orang Anshar meminta (sesuatu) kepada Rasulullah Saw dan diberi. Kemudian mereka meminta lagi (sesuatu) dan kembali diberi. Kemudian kembali mereka meminta (sesuatu) dari Rasulullah Saw hingga semua semua yang dimiliki Rasulullah Saw habis.
Rasulullah Saw bersabda, “apabila aku memiliki sesuatu, aku tidak akan menyembunyikannya darimu. (ingatlah) siapa pun yang tidak meminta (mengemis) kepada orang lain, Allah akan memenuhinya, dan siapa pun yang berusaha membuat dirinya merasa cukup, maka Allah akan membuat dirinya merasa cukup. Dan siapa pun yang berupaya bersabar, maka Allah akan membuatnya sabar. Tidak ada anugerah yang lebih baik dan lebih besar yang diberikan kepada seseorang selain kesabaran”.

“Tidak ada sesuatu musibah yang menimpa (seseorang), kecuali dengan izin Allah; dan barang siapa beriman kepada Allah, nescaya Allah akan memberi petunjuk kepada hatinya. Dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu”. – at-Tagabun : 11

Dan jika kamu ditimpa sesuatu godaan syaitan maka berlindunglah kepada Allah (Al-'Araf :200)


Selamat Datang Kaum Muslimin - Muslimat

"Thanks for Visiting, Mari sama-sama kita sebarkan artikel kebaikan melalui dunia internet ini, dan manfaatkan untuk mensucikan hati dan mencari pahala Allah SWT...Amien" by Yanto Andrianto

Senin, 07 Februari 2011

Membentuk Keluarga Islami yang Harmonis

Membentuk Keluarga Islami yang Harmonis

Maha suci Allah yang telah menciptakan makhlukNya berpasang-pasangan. Salah satu
petunjuk Rasulullah SAW yang patut kita teladani adalah cara beliau membangun rumah tangga. Rasulullah SAW adalah pribadi yang sukses dan cermin dari keluarga Islami, yang benar-benar sakinah, mawaddah dan rahmah. Beliau adalah figur seorang suami yang bertanggung jawab kepada istri dan anak-anaknya. Beliau sosok suami yang menjadi tolak ukur dalam menilai kebaikan seorang suami terhadap istrinya, sebagaimana sabda Rasulullah SAW : khoirukum khoirukum liahlihi wa ana khoirukum liahly. (sebaik-baik suami di antara kalian adalah yang paling baik kepada keluarganya, dan aku adalah yang paling baik di antara kalian kepada keluargaku).

Rumah tangga disamping sebagai fitrah, atau sunnatullah, juga merupakan kebutuhan biologis manusia, yang akan menentukan kehadiran dan kualitas generasi penerus. Keluarga juga cikal bakal dari umat, bangsa dan negara. Maka sungguh indah dan sempurna syariat Islam ketika berbicara tentang rumah tangga, demikian juga al-Quranul Karim memberi perhatian yang sangat besar dari kehidupan berumah tangga. Mulai dari pra nikah, proses nikah, pasca nikah, sampai dengan pasca kematian yaitu adanya waris. Yang unik lagi rumah tangga juga merupakan bagian dari ibadah kepada Allah SWT sebagaimana sabda Rasulullah SAW : ‘barang siapa yang telah menunaikan nikah berarti dia telah menunaikan separoh ajaran agama, maka hendaknya ia menyempurnakan sisanya dengan bertakwa kepada Allah SWT’.

Tujuan utarna dari sebuah pernikahan telah disebut oleh Allah SWT dalam Al Qurannul Karim surat Ar Rum ayat 21 litaskunuu ilaihaa waja’ala bainakum mawada warohrnah (supaya kalian cenderung merasa tenteram kepada-nya dan dijadikannya kalian rasa kasih sayang). Setiap orang merindukan hidup bahagia dalam jalinan sebuah rumah tangga yang sakinah, mawaddah, warohmah.

Bertaqwa kepada Allah adalah awal dari segalanya. Semakin tebal ketaqwaan, semakin tinggi kemampuannya merasakan kehadiran Allah SWT dalam rumah tangganya. Untuk itu visi utama yang harus dimiliki o!eh keluarga muslim yang harmonis adalah Allah oriented. Kedua, istiqomah dalam berarnal soleh. Sosiologi muslim, Ibnu Khaldun berkata: al insanu rnadaniun bitoba’ (manusia adalah makhluk sosial). Islam memerintahkan segenap manusia untuk berjama’ah dan berlomba dalam berbuat kebaikan, karena orang tidak bisa berbuat sendirian, mereka satu sama lain harus bermitra dalam mencapai kebaikan bersama. Oleh karena itu, rumah langga yang beruntung adalah rumah tangga yang paling banyak produktivitas kebaikannya. Kaya boleh, asal produktif, boleh memiliki rumah banyak dan megah asalkan diniati sebagai sarana meraih berkah Allah SWT.

Mari kita buat visi rumah tangga kita yang seliap waktu produktif dalam amal kebaikan. Ketiga, saling menasehati. Maknanya adalah menyuruh berbuat kebaikan dan melarang kemungkaran, yaitu mengajak orang lain berbuat kebaikan yang dapat mendekatkan dirinya kepada Allah SWT dan mengajak meninggalkan perbuatan yang dapat menjauhkan dari Allah. Dengan demikian rumah tangga yang beruntung adalah rumah tangga yang setiap anggota rumah tangga, baik suami istri maupun anak bisa saling menasehati dalam kebenaran dan kesabaran. Inilah seharusnya yang menjadi salah satu visi dari keluarga muslim yang harmonis.

Terakhir, ada beberapa pilar yang harus diperhatikan bagi yang merindukan keluarga sakinah dan harmonis. Pertama, calon suami ataupun isteri haruslah bibit unggul, sebagaimana sabda Rasulullah SAW, al irku dasas (gen akan sangat berpengaruh pada anak keturunan). Bibit unggul suami istri didasarkan atas empat kriteria, yaitu agama, rupa, harta dan tahta. Namun aspek agamalah yang paling menentukan, fadzfar bidzatid-diin taribat yadaka, (kalau kalian pilih agamanya, maka beruntunglah kalian). Kedua, adalah proses pernikahannya harus sesuai ajaran Islam. Ketiga, manajemen keluarga yang Qur’ani. Suami bertindak sebagai pemimpin dan presiden rumah tangga, yang berorientasi pada tangung jawab moral dan materi. Dan isteri bertindak sebagai ibu rumah tangga, loyal kepada pimpinan, menjaga diri, harta dan harga diri suami serta rahasia keluarga, penuh keibuan dan kasih sayang kepada semua. Keempat, makanan dan minuman yang halal. Karena Rasulullah pernah bersabda: kullu lahmin nabata min haroomin fannaaru aula bihaa (setiap daging yang tumbuh dari makanan yang haram maka tempat yang pantas adalah di neraka).

Kelima. membentengi anak dengan imunisasi total, yakni imunisasi fisik dengan obat medis, dan imunisasi ruhani dari ancaman dan godaan setan. Yakni pra hubungan biologis antara suami dan istri diawali dengan doa: Alloohumma jannibnasy-syaiton wa jaanibisy syaithoona maa rozaqtana (Ya Allah jauhkan kami dari syetan dan jauhkanlah syetan dari anak yang akan Engkau anugerahkan kepada kami). Demikian juga pada saat kelahiran, dengan adzan di telinga kanan, iqornah di telinga kiri. Kemudian pesta kelahiran dengan aqiqoh shadaqoh dan infak. Keenan, memerankan bapak dan ibu sebagai pendidik pertama dan utama, sekaligus sebagi teladan dan idola anak dengan menjaga dan memelihara fitrah anak yang bertauhid dengan menanamkan aqidah syariah dan akhlak. Kemudian mendidik shalat dan membiasakan berjamaah di masjid. Selanjutnya menghiasi rumah dengan shalat dan bacaan al-Quran, serta memotivasi untuk cinta kepada ilmu dan gemar membaca, serta membiasakan berdoa, berinfak, bershadaqoh serta peduli kepada fakir miskin dan anak-anak yatim. Selanjutnya memilih lembaga pendidikan yang menjanjikan iman, ilmu dan amal.

Ketujuh, mengkondisikan iklim keluarga yang gemar musyawarah gemar memberi, memohon maaf dan pandai berterima kasih. Kedelapan, mereferensi dan merujuk semua permasalahan hukum kepada al-Ouranul karim dan al-Sunnah sebagai surnber hukum ilahi. Kesembilan, selalu berwasiat dalam kebaikan, kebenaran, kesabaran dan ketaqwaan khususnya dalam hal ibadah. Sebagaimana dicontohkan olen para nabi terdahulu, sepedi Nabi lbrahim dan Nabi Ya’kub: maa ta’buduuna min ba’dii (apa yang akan kamu sembah anakku sepeninggalku).

Keseputuh, membiasakan dengan amal-amal sunnah antara lain shalat sunnah rawatib, qabliyah maupun ba’diyah, shalat sunnah tahiyyatal masjid, shalat sunnah Dhuha, shalat malarn ataupun tahajjud, puasa sunnah Senin dan Kamis, serta berbakti kepada orang tua, berbuat baik kepada tetangga, hormat kepada tamu. Semua pilar-­pilar tersebut apabila kita implementasikan dalam kehidupan keluarga kita, maka tidak mustahil akan terwujud dengan nyata, kelaurga yang sakinah, mawaddah, warahmah.

Oleh : KH Ahmad Thoha, MA

[source: Masjid Al-Akbar Surabaya]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar